BANJARBARU, (daengmews) – Penanganan kasus dugaan dana hibah KONI Kota Banjarbaru senilai Rp6,7 miliar sempat bergulir di Kejaksaan Negeri Kota Banjarbaru. Bahkan pihak Kejaksaan Negeri Banjarbaru sempat menyampaikan ke publik, akan segera mengumumkan tersangka dana hibah itu.
Sayangnya, hingga sekarang perkembangan kasus tersebut tidak diketahui dengan jelas.
Berdasarkan catatan berita yang upadate pada website resmi BPK RI, kalsel.bpk.go.id yang diposting pada 23 Juni 2020 disebutkan, penetapan tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Banjarbaru mendekati tahap akhir. Hal tersebut dipastikan oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarbaru.
Kepala Kejari Banjarbaru Silvia Desty Rosalina, dalam catatan, mengakui bahwa kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Banjarbaru senilai Rp 6,7 miliar, merupakan satu-satunya kasus yang paling menonjol sepanjang tahun 2019. Untuk itu, pihaknya tidak ingin berlarut-berlarut dalam kasus ini dan akan secepatnya menetapkan tersangkanya.
Pengamat Hukum, Supiansyah Darham, SE, SH.
Pengamat Hukum, Supiansyah Darham, SE, SH.
Terkait berapa banyak tersangka yang nantinya akan ditetapkan, Silvia belum berani memastikan. Namun, ia berharap tersangka yang ditetapkan lebih dari satu.
Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum, Supiansyah Darham, SE, SH kepada koranbanjar.net, Sabtu (11/09/2021) menyatakan, dalam penanganan sebuah kasus dugaan korupsi harus melalui audit BPK. Begitu BPK mengumumkan terbukti adanya kerugian negara, tentunya pihak kejaksaan bisa melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
“Kalau saksi-saksi sudah diperiksa, kemudian ada alat bukti, kejaksaan bisa menaikkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan. Berikutnya, jika tahapan-tahapan itu sudah dilaksanakan, pihak kejasaan harus mengumumkan tersangkanya atau menyampaikan ke publik,” tegasnya.
Kalau memang tidak dilanjutkan lagi kasusnya, kata advokat yang dikenal cukup kritis ini, juga harus diumumkan atau disampaikan ke publik. Apa saja dasar sehingga kasus tersebut tidak dilanjutkan, semisal tidak cukup alat bukti.
“Meski demikian, sebetulnya tidak ada istilah di-SP-3 kan. Jadi tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, dana hibah itu kan uang rakyat, harus dipertanggungjawabkan. Kasus ini juga harus dipantau pihak Kejaksaan Tinggi, jangan sampai kasusnya menghilang,” pungkas dia.(net)