Gletser Kiamat Picu Keresahan di Kalangan Ilmuwan

INTERNASIONAL41 Dilihat

Jakarta – Gletser Thwaites di Antartika meleleh dengan cepat. Kehilangan Gletser Thwaites akan meresahkan. Namun menurut ilmuwan, julukannya sebagai Gletser Kiamat bisa berdampak lebih berbahaya.

Dikutip dari Cnet, selain Gletser Thwaites, di Antartika ada juga Gletser Pine Island. Dengan luas masing-masing 192.000 km persegi dan 162.300 km persegi, Gletser Thwaites dan Pine Island berpotensi menyebabkan kenaikan permukaan laut global yang signifikan. Itulah sebabnya gletser ini dijuluki Gletser Kiamat.

Gletser terluas di Bumi ini menjadi sorotan. Ia meluas ke Samudra Selatan dan kehilangan sekitar 50 miliar ton es per tahun. Kehilangan itu berlipat ganda selama 30 tahun terakhir. Pada 2019, para ilmuwan NASA menemukan rongga besar di bawah gletser yang dapat mempercepat kehancuran gletser.

Para peneliti memetakan dasar laut di depan Thwaites, menunjukkan gletser telah mundur dengan cepat di masa lalu, dan mendesak adanya tindakan untuk menahannya.

Ini mengkhawatirkan. Jika Thwaites mencair, permukaan laut akan naik sekitar 60cm. Kematian gletser ini juga bisa mengacaukan Lapisan Es Antartika Barat yang mengunci sekitar 3 meter dari kenaikan permukaan laut. Pencairan semacam itu akan menjadi bencana besar.

Tapi julukan itu, meskipun telah menghasilkan banyak pemberitaan yang mengeksplorasi nasib Thwaites, menurut para ilmuwan mungkin sebenarnya lebih banyak kerugiannya dibandingkan keuntungan karena membahayakan. Kenapa?

Pada 9 Mei 2017, Rolling Stone menerbitkan karya yang diteliti secara mendalam dan ditulis dengan brilian tentang Thwaites oleh penulis iklim Jeff Goodell. Judulnya sederhana dan kuat: ‘The Doomsday Glacier’ atau ‘Gletser Kiamat’. Judul ini sempurna untuk ceritanya. Namun julukan itu kemudian terus dipakai.

Hingga kini pun, publikasi tentang Thwaites kerap menyebutnya Gletser Kiamat karena disintegrasinya dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut hingga 3 meter. Itu tidak benar.

“Tidak tahu pasti bagaimana disintegrasi Thwaites akan mengubah permukaan laut dalam jangka pendek. Gletser itu sendiri mengunci sekitar 60cm kenaikan permukaan laut, tetapi sebagian besar cerita menggunakan kisaran hingga 3 meter. Ini sebenarnya mengacu pada seluruh Lapisan Es Antartika Barat yang hilang,” kata Ted Scambos, ahli glasiologi di University of Colorado, Boulder dan anggota Thwaites Glacier Collaboration.

Para ahli yang terkait dengan penelitian glasiologi dan kutub, semuanya menyoroti nasib Thwaites yang makin memprihatinkan. Namun, sebagian besar memiliki perasaan campur aduk jika sebutannya dikaitkan dengan hari kiamat. Banyak yang menolak menggunakan istilah ‘Gletser Kiamat’.

“Saya tidak menyarankan penggunaan istilah ‘Gletser Kiamat’ untuk merujuk pada Gletser Thwaites. Kita bisa menyebutnya ‘gletser paling berisiko’ sebagai gantinya,” kata Scambos.

Salah satu alasan utama mengapa para ilmuwan merasa tidak nyaman dengan istilah itu adalah karena hal itu menunjukkan bahwa kita sudah ditakdirkan.

Menurut para ilmuwan, narasi malapetaka dan kesuraman memberi kesan bahwa kita telah melewati titik tidak bisa kembali, bahwa Thwaites sudah hilang, mencair lebih luas, dan menyebabkan kelambanan tindakan serta tak bisa diselamatkan lagi. Intinya, istilah yang tidak tepat memberi kita ide dan informasi yang salah.

“Kita masih bisa memperlambat mundurnya Thwaites jika kita mengambil tindakan yang tepat terhadap iklim tetapi seolah ‘waktu hampir habis’. Padahal itu separah hari kiamat tentu saja,” kata Eric Rignot, ilmuwan ahli Bumi di Jet Propulsion Laboratory NASA.

Alasan lain ‘Gletser Kiamat’ mungkin bukan sebutan yang bagus adalah karena hal itu mengaburkan masalah yang lebih besar yang dihadapi daerah beku di Bumi. Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan pembakaran bahan bakar fosil telah menyebabkan kemunduran glasial di seluruh planet ini.
“Di satu sisi, ini adalah alarm bahaya. Di sisi lain, ini merangkum situasi seolah-olah hanya ada satu gletser yang buruk di luar sana,” ujarnya.

Rignot menjelaskan ada banyak gletser di seluruh dunia, tersebar juga di Antartika Timur dan Greenland misalnya, yang mengunci lebih banyak air. Jika gletser itu hancur dan menghilang, kenaikan permukaan laut bisa lebih besar dari yang diperkirakan jika Thwaites mencair.

Studi Nature Geoscience, yang dipimpin oleh ahli glasiologi Robert Larter di British Antarctic Survey, menunjukkan betapa gentingnya situasi dan seberapa cepat Thwaites mundur dari perkiraan. Tetapi bahkan Larter menghindari penggunaan kata ‘Gletser Kiamat’.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *