Palembang – Banyaknya pertanyaan public terkait laporan kliennya NY terhadap AS selaku Bupati Banyuasin di jawab secara gablang oleh Penasehat Hukumnya Ana Ariyanto , ST, SH dan Edi Nur Arifin, SH, Jumat (2/12/22) di Palembang.
Ana menjelaskan bahwa hari ini Jum’at tanggal 2 Desember 2022 Saudara NY dipanggil Penyidik Polda Sumsel dalam rangka pemeriksaan tambahan selaku Saksi/Pelapor dalam dugaan tindak pidana Pasal 279 KUHP, bahwa Klien kami hari ini diberikan pertanyaan tambahan guna melengkapi kekurangan keterangan yang dibutuhkan Penyidik.
Ana menambahkan dalam keterangan yang dilakukan hari ini Penyidik focus pada dalil Terlapor yang mana terlapor seperti yang sudah kita ketahui dibanyak pemberitaan menyatakan bahwa Saudara AS melakukan Nikah Siri dengan Klien kami PADA BULAN OKTOBER TAHUN 2014.
“ alasan dan bukti menyangkut terjadinya Nikah Siri tersebut tidak pernah ada dan tidak ada bukti-bukti yang relevan diberikannya kepada pihak Penyidik Polda Sumsel dan hanya bersifat halusinasi serta Rekayasa yang dibangunnya sehingga ada pihak yang berupaya menggiring agar apa yang tidak pernah dilakukan oleh Klien kami, dibuat seolah olah memang pernikahan siri itu benar adanya sungguh miris!!!!!!!!,” jelas Ana.
“ Bahwa Klien kami secara tegas dan gamblang membantah isu pernikahan siri tersebut. Pun kalau hal itu ada mungkin Saudara AS menikahi bayang-bayang dari Klien kami, kenapa begitu, “ ungkap Ana dengan nada tanya.
“ Karena Saudara AS secara jelas dan tegas baru berkenalan dan meminta PIN BB Klien kami pada jam 19:07:10 tanggal 06-11-2014 pengirim +62811781###. JADI PENIKAHAN SIRI PADA BULAN OKTOBER 2014 TERBANTAHKAN,” ujar Ana menjelaskan.
Ana selaku penasehat hukum pun membeberkan fakta yang sesungguhnya diantaranya :
- Kami sampaikan bahwa secara hukum pernikahan klien kami SAH SECARA HUKUM sebagaimana akta nikah nomor : 736/22/XII/2014, sebagaimana Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi;.
Ayat 2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perlu kami sampaikan juga bahwa dari mana buku nikah tersebut, diserahkan kepada Klien Kami didalam kamar sehari setelah pernikahan oleh Saudara AS, berikut kronologis alur administrasi sehingga terbit akta nikah nomor : 736/22/XII/2014 sbb :
- a Bahwa Klien kami tidak pernah sama sekali mengurus Administrasi pernikahan hanya diminta menyerahkan KTP saja.
- b Bahwa Seluruh pemberkasan Administrasi dan Permohonan pernikahan Saudara AS-lah yang memenuhinya, mulai dari pemberkasan N-1, N-2, N-3 dan seterusnya, dan Saudara AS yang memohonkan Pernikahan tersebut ke KUA Kecamatan Kertapati.
- c Bahwa pernikahan tersebut dilakukan oleh Penghulu dari KUA Kecamatan Kertapati.
- d Bahwa pada tanggal 3 Desember 2014 dilangsungkanlah pernikahan antara Saudara AS dan Klien kami di Hotel Novotel Palembang dengan dihadiri oleh Penghulu dari KUA Kecamatan Kertapati, dihadiri 2 orang saksi dan diperdengarkan pembacaan SHIGAT TA’LIK yang dibacakan dan ditandatangani Saudara AS.
- e Bahwa satu hari setelah pernikahan Saudara AS menyerahkan Buku Nikah kepada Klien kami.
- f Bahwa Kepala KUA Kecamatan Kertapati pada hari Selasa tanggal 02 Agustus 2022, pukul 15:56 WIB, melalui media sumeks.co yang menerbitkan artikel dengan judul Pernikahan Askolani dengan Nova Yunita, ini Kata Kepala KUA, dia menerangkan bahwa “UNTUK PENERBITAN AKTA NIKAH ANTARA ASKOLANI DENGAN NOVA YUNITA TELAH TERTIB ADMINSTRASI, MAKA DARI ITU KUA KERTAPATI SAAT ITU KELUARKAN AKTA NIKAH,” kata Riva’in yang diwawancari di ruang kerjanya”,
- g Sejalan dengan hal tersebut diatas, Kepala Kanwil Kemenag Sumsel Dr. Safitri Irwan, S.Ag, M.Pd.I melalui media TINTA MERAH.co.id pada tanggal 11 agustus 2022 dalam judul artikel Terkait Status Pernikahan Bupati Banyuasin, Nikah Siri Tapi Buku Nikah Tercatat menerangkan BAHWA SURAT NIKAH / BUKU NIKAH TERSEBUT TEREGISTRASI.
Jadi dalam hal ini menurut kami agak aneh kalau kemudian akte nikah tersebut di PTUN kan.
Secara Administrasi telah dipenuhi dan dilengkapi oleh Saudara AS, Pendekatan administrasi dalam hal ini tidak membawa konsekuensi hukum terhadap batalnya perkawinan antara Saudara AS dan klien kami, karena pembatalan perkawinan itu menjadi kewenangan Peradilan Perdata (Pengadilan Agama) untuk memutuskan hal tersebut dan tidak ada kewenangan PTUN untuk memutuskan tentang sah tidak sahnya perkawinan dan tentang pembatalan perkawinan, sebagaimana Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) Pasal 74 Angka (1) dan Angka (2) tentang Hukum Perkawinan yang berbunyi :
- Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau isteri atau perkawinan dilangsungkan.
- Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Sangat aneh, miris dan terlalu digdaya bila berkaca pada Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) Pasal 74 Angka (1) dan Angka (2) tentang Hukum Perkawinan diatas terhadap opini hukum dalam poin kesimpulan dari Prof. Dr. H. Faisal Santiago, SH., MM & Dr. Ahmad Redi, SH., MH. yang mengatakan bukanlah merupakan “perkawinan yang sah” (seolah-olah tidak pernah adanya perkawinan), dikarenakan perkawinan itu dianggap tidak pernah ada melalui putusan PTUN Palembang Nomor : 44/G/2021/PTUN/PLG dan SK. KUA Nomor : 538/K PTS/KUA.06.07.12/PW.01/2021. Sudah teramat sangat GAMBLANG bunyi Pasal 74 Angka (1) dibawah ini bahwa pembatalan perkawinan adalah YURIDIKSI PENGADILAN AGAMA.
Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) Pasal 74 Angka (1) tentang Hukum Perkawinan yang berbunyi :
(1) Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau isteri atau perkawinan dilangsungkan.
Bahwa terhadap putusan PTUN dan SK. KUA tersebut Prof. Dr. H. Faisal Santiago, SH., MM & Dr. Ahmad Redi, SH., MH. Berpendapat keputusan yang dibatalkan itu berlaku surut, dan hal ini jelas sangat bertentangan dengan bunyi Pasal 74 Angka (2) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :
(2) BATALNYA SUATU PERKAWINAN DIMULAI SETELAH PUTUSAN PENGADILAN AGAMA mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Bahwa sungguh menggelitik telinga kami bila Putusan PTUN dan SK. KUA yang dijadikan acuan pembatalan Perkawinan.
Hal mana seperti banyak nya problema Cerai di sebuah peradilan Agama pastinya disaat terjadinya pembatalan perkawinan dan saat seseorang hendak mengambil Salinan Putusan yang tentunya Pengadilan Agama menarik Akta Nikah yang diterbitkan KAU dan diganti dengan AKTA CERAI.
Berbeda dengan apa yang dilakukan Saudara AS, membatalkan Produk TUN dan dengan batalnya produk TUN tersebut dianggap tidak ada lagi hubungan hukum antara Saudara AS dan Klien Kami, sungguh miris !!!,
Bagaimanakah nasib Klien Kami dan anaknya yang dibuat menggantung dengan adanya putusan TUN tanpa adanya imbal balik seperti Pengadilan Agama yaitu memberikan AKTA CERAI.
Bahwa berdasarkan Pasal 38 Angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor : 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berbunyi :
(2) Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian.
Teramat jelas dan gamblang bunyi Pasal 38 Angka (2) diatas dimana dapat dikatakan bahwa :
- Saudara AS telah mengambil jalur Pengadilan yang keliru sebagaimana Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) Pasal 74 Angka (1) dan Angka (2) tentang Hukum Perkawinan.
- Dan hal inipun diperkuat dengan Gugatannya di PTUN Palembang Yang mana formatur dan konsep gugatannya dapat diakses di https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaec0c6b51af1a70b14c313035393231.html tampak jelas bahwa formatur dan konsep gugatannya tidak sesuai serta bertentangan dengan Pasal 38 Angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor : 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
- Bahwa UNSUR-UNSUR (lihat penjabaran unsur dibawah) Pasal 279 KUHP ayat 1 butir (a) TERPENUHI berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum yang telah kami serahkan kepada penyidik, maka menurut kami sudah pantas dan patut menurut hukum bahwa Saudara AS ditetapkan dan atau ditingkatkan sebagai TERSANGKA dalam kasus ini.
Karena seseorang tidak dapat dipidanakan kalau unsur-unsur Pasal yang dituduhkan tidak terpenuhi.
Oleh karena itu kami tetap konsen terhadap Laporan klien kami yaitu Dugaan tindak pidana “MENIKAH TANPA IZIN” Pasal 279 KUHP ayat 1 butir (a) yaitu :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
- Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
Seseorang dapat dijerat Pasal 279 KUHP apabila telah memenuhi UNSUR-UNSUR nya yaitu :
- Barang Siapa : SAUDARA AS
- Mengadakan Perkawinan : PERKAWINAN DENGAN SAUDARA SF
- PADA HARI JUM’AT TANGGAL 28 JUNI 2019, YANG BERTEMPAT DIRUMAH MEMPELAI WANITA YANG BERALAMAT DI MACAN LINDUNGAN, ILIR BARAT I PALEMBANG.
- Padahal Mengetahui Bahwa Perkawinan Atau Perkawinan-Perkawinannya Yang Telah Ada Menjadi Penghalang Yang Sah Untuk Itu : KARENA SEBELUM ADANYA PERKAWINAN TERSEBUT SAUDARA AS TELAH MEMILIK-KI ISTERI YANG BERNAMA NOVA YUNITA SESUAI DENGAN AKTA NIKAH DARI KUA KERTAPATI TERTANGGAL 3 DESEMBER 2014, NOMOR : 736/22/XII/2014.
- DIANCAM DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA LIMA TAHUN.
- MOTIF : HARGA DIRI
Unsur-Unsur dari Pasal 279 KUHP TERPENUHI.
Dapat dilihat dari keterangan diatas, bahwa Dugaan tindak Pidana sudah terjadi jauh sebelum adanya Putusan PTUN tahun 2021, yang menjadi pertanyaan kami adalah, apakah Dugaan tindak pidana yang terjadi pada periode tahun 2014 dan 2019 dapat dilegalkan dengan terbitnya Putusan PTUN ?
Teramat naif kalau ada Pihak-Pihak yang menganggap dengan adanya putusan PTUN tahun 2021 dan SK. KUA itu mengakibatkan hilangnya dan/atau tidak dapatnya terpenuhi UNSUR – UNSUR PASAL 279 KUHP dan hal ini menurut kami adalah KEKELIRUAN YANG SANGAT FATAL.
Dan patut diduga bila hal tersebut terjadi dan benar adanya dugaan upaya menghilangkan
UNSUR – UNSUR PASAL 279 KUHP, dengan mengamini putusan PTUN tahun 2021 dan SK.KUA yang mana hal ini sangat mencederai rasa keadilan yaitu KEADILAN BAGI PARA PENCARI KEADILAN ( HUKUM ) bukan keadilan bagi segelintir orang yang memilik-ki Uang, Kekuasaan, Kelompok dan Golongan tertentu.
Kami berharap kepada Menteri Dalam Negeri RI, Menkumham RI, Kemenko Polhukam RI, KPAI, KOMNAS HAM, KOMNAS PEREMPUAN, Kapolri, Kajagung RI, Bareskrim Polri, Jampidum, Itwasum/Irwasum Polri, Jamwas, Polda Sumsel dan Kajati Sumsel agar dapat memberikan rasa keadilan kepada Klien kami yang Terzholimi
Jadi dua poin diatas adalah satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya :
- Terhadap isu nikah siri yang dibangun terbantahkan.
- Terhadap pembatalan perkawinan di PTUN terbantahkan.
- Terhadap LP Pasal 279 KUHP telah memenuhi UNSUR.