BPK RI Temukan Pengelolaan Anggaran Bapenda Sumsel Bermasalah

Daerah314 Dilihat

Palembang –  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2021 yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 19.A/LHP/XVIII.PLG/04/2022 tanggal 22 April 2022.

Dalam Laporan tersebut BPK menemukan adanya Pengelolaan Pendapatan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor Kurang Memadai, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada Tahun 2021 menganggarkan Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp 3.500.243.740.082,00 dan merealisasikan sebesar Rp 3.523.785.342.246,24 atau 100,67%.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan konfirmasi atas pengelolaan pendapatan PBB-KB dan PKB diketahui terdapat permasalahan, Terdapat Tunggakan PBB-KB Tahun 2019-2020 yang Belum Diselesaikan dan Kesalahan Perhitungan PBB-KB oleh Wajib Pungut Sebesar Rp 2.812.849.066,93

Berdasarkan hasil pemeriksaan PBB-KB diketahui bahwa terdapat tunggakan PBB-KB Tahun 2019-2020 yang belum diselesaikan dan kesalahan perhitungan PBB-KB oleh Wajib Pungut (WaPu) sebesar Rp 2.812.849.066,93 (Rp 1.027.224.000,00 + Rp 1.785.625.066,93)

PBB-KB atas Penjualan Bahan Bakar Kendaraan Tahun 2019-2020 oleh PT CPE Belum Diselesaikan Sebesar Rp 1.027.224.000,00, Hasil pemeriksaan atas dokumen Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) PBB- KB Nomor 973/II/000734/Penda tanggal 3 September 2020 kepada PT CPE menunjukkan bahwa PT CPE belum melakukan penyetoran PBB-KB ke Kas Daerah.

Di dalam surat tersebut dinyatakan total tagihan sebesar Rp 1.156.447.320,00 yang terdiri dari PBB-KB sebesar Rp 1.027.224.000,00 dan bunga (perhitungan sementara) sebesar Rp 129.223.320,00. Tagihan tersebut didasarkan atas pemungutan PBB-KB oleh PT CPE kepada PT PGU pada periode Juli 2019 s.d Juli 2020. Terhadap surat tersebut tidak terdapat tindak lanjut dari PT CPE.

 

Pada tanggal 24 Januari 2022, PT CPE melalui Surat Nomor 10/CPE- SPI/I/2022 mengajukan diri untuk menjadi WaPu PBB-KB Provinsi Sumatera Selatan. Atas pengajuan tersebut, Bapenda melalui Surat Nomor 973/II/000177/Penda tanggal 16 Februari 2022 kembali menagihkan PBB- KB tersebut kepada PT CPE. Nilai tagihannya sebesar Rp 1.335.391.200,00 dengan rincian PBB-KB sebesar Rp 1.027.224.000,00 dan bunga maksimal sebesar Rp 308.167.200,00.

Berdasarkan konfirmasi kepada Pemilik PT CPE yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2022 diketahui bahwa pemilik PT CPE bersedia untuk menyetorkan PBB-KB yang telah dipungut beserta bunga maksimal yang dikenakan oleh Bapenda.

Kedua BPK Menemukan kurang Pungut atas Kesalahan Perhitungan PBB-KB Tahun 2021 oleh PT PPN selaku Wajib Pungut Sebesar Rp 1.785.625.066,93

Berdasarkan hasil pengujian secara uji petik diketahui bahwa terdapat penyetoran PBB-KB di Tahun 2021 oleh PT PPN Regional Sumbagsel sebesar Rp 889.473.961.203,00. Penyetoran tersebut merupakan pajak atas penjualan bahan bakar kepada perusahaan (pembeli) untuk masa pajak bulan Januari s.d. Desember 2021.

Untuk melakukan pengujian ketepatan pembebanan tarif dan waktu pembayaran, BPK telah memperoleh data penjualan yang menjadi dasar pembayaran PBB-KB pada tanggal 16 Februari 2022.

Berdasarkan hasil perhitungan ulang nilai PBB-KB yang dilakukan bersama-sama dengan pihak PT Per diketahui bahwa nilai PBB-KB yang belum dipungut adalah sebesar Rp 1.781.881.235,03 dan bunga yang belum dibayarkan sebesar Rp 151.767.158,46.

Pihak PT PPN Regional Sumbagsel memberikan klarifikasi atas hasil perhitungan tersebut sebagai berikut, PT PPN Regional Sumbagsel mengakui terdapat kesalahan penetapan tarif PBB-KB atas penjualan bahan bakar kendaraan yang seharusnya sebesar 7,5%, tetapi ditetapkan sebesar 0%. Hal ini berdampak pada PBB-KB yang belum dipungut sebesar Rp 1.781.881.235,03 dan selanjutnya PT PPN Regional Sumbagsel mengakui terdapat konsekuensi bunga yang belum dibayarkan atas penetapan PBB-KB 0% yang seharusnya 7,5% tersebut. Hal ini berdampak pada bunga PBB-KB yang belum dipungut sebesar Rp 151.767.158,46.

Atas penetapan tarif tersebut, Bapenda tidak pernah melakukan verifikasi perhitungan yang disampaikan oleh Wajib Pungut.

Hasil pemeriksaan selanjutnya menunjukkan terdapat kesalahan penetapan besaran atas PBB-KB oleh PT PPN Regional Sumbagsel terkait batasan nilai subsidi bahan bakar angkutan laut yang diperkenankan. Berdasarkan hasil perhitungan terdapat kekurangan pembayaran PBB-KB sebesar Rp 3.743.831,90. Rincian perhitungan pada Lampiran 1. Dengan demikian, terdapat kurang pungut atas PBB-KB sebesar Rp 1.785.625.066,93 (Rp1.781.881.235,03 + Rp3.743.831,90) dan Bunga PBB-KB sebesar Rp151.767.158,46.

Hasil perhitungan bersama tersebut telah disepakati oleh pihak PT PPN Regional Sumbagsel. Pihak PT PPN Regional Sumbagsel menyatakan bersedia untuk menyetorkan nilai kekurangan tersebut ke Kas Daerah sebagaimana yang dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan.

Selain itu BPK RI juga melaporkan berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik diketahui terdapat pembayaran bunga yang belum ditagihkan atas keterlambatan penyetoran PBB-KB sebesar Rp 650.775.128,62

Atas kondisi tersebut di atas, berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pajak Bapenda diketahui bahwa karena sistem yang dianut adalah self assessment, pihak Bapenda belum melakukan pengujian ketaatan perpajakan. Selain itu, Bapenda menyampaikan belum terdapat pemeriksa pajak jika dilakukan uji petik perpajakan.

Temuan selanjutnya adalah terdapat kesalahan dalam Penetapan PKB Sehingga Terjadi Kekurangan Penerimaan PKB dan BBN-KB Sebesar Rp. 95.751.725,00, Pengujian atas transaksi pembayaran PKB menunjukkan terdapat 26 kendaraan milik pribadi/swasta ditetapkan dengan TNKB berwarna merah (Pemerintah) sehingga nilai pajak yang ditetapkan kurang sebesar Rp 90.721.725,00.

Hasil konfirmasi kepada pihak Bapenda sebagaimana yang dituangkan dalam Surat Nomor 700/IV/000275/Penda tanggal 21 Maret 2021, pihak Bapenda mengakui atas kesalahan tersebut, sehingga terdapat kekurangan bayar Pajak Kendaraan Bermotor sebesar Rp 90.721.725,00.

Terdapat Pembayaran PKB atas Kendaraan dalam Status Terblokir, Pengujian secara uji petik atas kendaraan dengan status terblokir di Tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat pembayaran PKB atas lima kendaraan dalam status terblokir. Status blokir PKB menunjukkan permohonan dari pemilik kendaraan yang telah dipindahtangankan kepada pemilik baru, sehingga proses yang harus dilakukan adalah balik nama kendaraan. Hal tersebut mengakibatkan terdapatnya kekurangan penerimaan BBN-KB sebesar Rp 5.030.000,00 (Rp503.000.000,00 x 1%)

Permasalahan   tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan sebesar Rp 3.559.375.920,55 yang terdiri dari PBB-KB sebesar Rp 2.812.849.066,93, Pendapatan bunga PBB-KB sebesar Rp 650.775.128,62; dan PKB sebesar Rp 90.721.725,00 dan BBN-KB sebesar Rp 5.030.000,00.

Hal tersebut disebabkan Kepala Bapenda kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas pemungutan pajak pada OPD yang dipimpinnya, Kepala Bidang Pengawasan dan Pembinaan Bapenda tidak optimal melakukan pelaksanaan pengawasan, pembinaan teknis administrasi dan operasional pelaksanaan pemungutan pajak daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Kepala Bidang Pajak Bapenda belum melaksanakan tupoksinya secara optimal.

Atas permasalahan tersebut, Gubernur Sumatera Selatan menyatakan menerima dan akan ditindaklanjuti oleh OPD yang bersangkutan. Adapun tindak lanjut yang telah dilakukan, yaitu penyetoran ke Kas Daerah sebesar Rp 1.375.595.080,11,

BPK merekomendasikan Gubernur Sumatera Selatan agar memerintahkan Kepala Bapenda untuk Memproses penagihan atas kekurangan penerimaan Pajak Daerah yang bersumber dari PBB-KB oleh PT PPN dengan menyetorkan ke Kas Daerah sebesar Rp 1.785.625.066,93 (Rp1.781.881.235,03 + Rp 3.743.831,90).

Kedua, Memproses penagihan atas bunga PBB-KB yang belum ditetapkan dengan menyetorkan ke Kas Daerah sebesar Rp 302.404.048,51.

Deputi K MAKI, Ir. Feri Kurniawan  menerangkan pentingnya menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. Berdasarkan UU Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan, pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan pemeriksaan diterima.

“Kalau temuan BPK tidak ditindaklanjuti, maka yang akan menindaklanjutinya adalah penegak hukum. Ini tentu bahaya, Sesuai dengan Pasal 26 (2) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, menyebutkan bahwa: setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta. Jika tidak ada respon, K MAKI akan membantu BPK dengan melaporkannya ke penegak hukum untuk ditindaklanjuti. “ katanya.

Sementara itu hingga berita ini di turunkan Kepala Bapenda Provinsi Sumsel, Neng Muhaiba belum behasil di temui, ketika awak media mencoba datang ke kantornya yang bersangkutan tidak berada di tempat, (daeng)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *