Diduga Pengunaan Anggaran Covid -19 Di Kab Muba Bermasalah

Daerah130 Dilihat

Sekayu (SWARA PARLEMEN )– Dalam Laporan Nomor 87/LHP/XVIII.PLG/12/2020 tanggal 29 Desember 2020 BPK  – RI, Pada Tahun Anggaran 2020, pemerintah kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas Sosial menganggarkan kegiatan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk warga Kabupaten Musi Banyuasin yang terdampak Covid-19 sebesar Rp55.257.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp39.615.231.300,00.

Bantuan sosial yang disalurkan kepada warga Kabupaten Musi Banyuasin diantaranya berupa bantuan sosial sebesar Rp 17.840.031.300,00 kepada warga yang terdampak Covid-19 pada 13 kelurahan di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin. Warga yang mendapat BPNT mendapatkan uang sebesar Rp 1.800.000,00 yang ditransfer melalui rekening BRI sebesar Rp 600.000,00 per bulan selama tiga bulan, pada bulan Mei, Juni dan Juli.

Bantuan sosial tersebut diberikan sehubungan dengan adanya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2436/SJ tanggal 17 Maret 2020 tentang Pencegahan Penyebaran Virus Disease (Covid-19) di lingkungan Pemerintah Daerah dan Surat Keputusan Bupati Musi Banyuasin Nomor 460/483/DINSOS/PFM/2020 tanggal 6 April 2020 tentang Pendataan Masyarakat terdampak Covid-19 kepada Camat se-Kabupaten Musi Banyuasin.

Berdasarkan Surat Bupati Musi Banyuasin diketahui bahwa Lurah dan Kepala Desa di lingkungan Kabupaten Musi Banyuasin menyampaikan nama-nama penerima program bantuan sembako terkait dampak Covid-19, dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Seluruh DTKS Hasil Finalisasi periode Januari 2020 Pusdatin Kemensos RI dalam aplikasi SIKS-Ng Kabupaten Musi Banyuasin yang tidak mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan program Sembako Kemensos;
  2. Seluruh penduduk berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas, lansia, pengemis, dan sejenisnya;
  3. Seluruh pedagang kecil, misalnya pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima, pedagang kuliner, jajanan anak-anak dan sejenisnya;
  4. Seluruh industri mikro, misalnya tukang jamu, pembuat kerupuk/kemplang, pembuat keripik pisang/ubi, dan sejenisnya;
  5. Seluruh buruh, misalnya kuli bangunan, pelayan toko, buruh tani sawah, buruh tani, kebun karet, buruh tani sawit, buruh masak, asisten rumah tangga dan sejenisnya;
  6. Seluruh bidang jasa, misalnya penjaga tempat wisata, kurir paket, sopir travel, sopir angkot, pengamen, tukang parkir, tukang servis, tukang tampal ban, tukang urut, buruh cuci, dan sejenisnya; dan
  7. Seluruh buruh dan pegawai non formal yang di PHK.

Untuk menindaklanjuti surat bupati tersebut, maka 13 Lurah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin melakukan pendataan warga yang terdampak Covid-19 dengan melibatkan RT dan RW, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) diwilayahnya. Hasil pendataan warga yang terdampak Covid-19 yang dilakukan RT dan RW di masing masing kelurahan dituangkan dalam notulensi rapat yang dihadiri dan ditandatangani oleh Lurah, Ketua RT, Ketua RW, Tokoh Masyarakat, dan LPM tingkat kelurahan.

Hasil notulensi rapat pada 13 kelurahan di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin menunjukkan terdapat 17.552 Kepala Keluarga (KK) yang seharusnya mendapat bantuan sosial, Hasil rapat penentuan jumlah warga yang diusulkan untuk mendapat bantuan sosial pada 13 kelurahan disampaikan kepada Dinas Sosial.

Dinas Sosial kemudian menyampaikan usulan warga yang terdampak Covid-19 kepada Bappeda selaku bagian dari Satuan Tugas Jaring Pengaman Sosial.

Wawancara uditor BPK RI mendapat informasi bahwa Tim Adengan staf Bappeda yang membidangi pemberian bantuan sosial kepada warga yang terdampak Covid-19 diketahui bahwa pemberian bantuan sosial berupa BPNT ditentukan berdasarkan formulasi kuota yaitu sebanyak 8.495 Kepala Keluarga (KK) yang berhak mendapatkan BPNTSetelah kuota ditentukan, maka Sekretaris Daerah melalui Surat Nomor 100/771/I/2020 tanggal 12 Mei 2020 menginstruksikan kepada 13 Lurah di Kabupaten Musi Banyuasin untuk menyampaikan data nama KK calon penerima BPNT ke Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Musi Banyuasin.

Uji petik atas kertas kerja penentuan kuota yang disusun Bappeda menunjukkan bahwa penentuan kuota warga yang mendapat BPNT untuk 13 kelurahan berdasarkan perhitungan rumus yang mengacu hanya pada jumlah penduduk miskin berdasarkan DTKS awal Tahun 2020.

Uji petik lebih lanjut atas kertas kerja penentuan kuota diketahui dasar penentuan kuota tidak mengacu pada Surat Bupati Musi Banyuasin Nomor460/483/DINSOS/PFM/2020 tanggal 6 April 2020 yaitu berdasarkan jumlah warga yang terdampak Covid-19 seperti warga miskin, dan warga yang tidak berpenghasilan tetap.

Penentuan kuota juga hanya berdasarkan jumlah warga yang berhak menerima BPNT, dan tidak dirinci secara detail by name, by address, Nomor Induk Kependudukan (NIK) tentang warga yang mendapat BPNT.

Penentuan warga yang mendapat BPNT diserahkan kepada masing masing kelurahan dengan mengacu pada jumlah kuota yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut maka terdapat potensi warga yang terdampak Covid-19 namun tidak mendapat BPNT dari Dinas Sosial sebanyak 9.057 KK, Mengacu pada kondisi dan tabel diatas, maka terdapat potensi warga yang terdampak Covid-19 yang belum menerima BPNT sebanyak 9.057 KK.

Menurut pihak BPK RI Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Musi Banyuasin Nomor 460/483/DINSOS/PFM/2020 tanggal 6 April 2020 tentang Pendataan Masyarakat terdampak Covid-19 kepada Camat se-Kabupaten Musi Banyuasin dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, Dan Penggunaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah serta Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 poin A.6.C

Permasalahan tersebut mengakibatkan 9.057 KK yang terdampak Covid-19 belum menerima BPNT dan tujuan penanggulangan dampak sosial pandemi Covid-19 berpotensi tidak tercapai. Kondisi tersebut disebabkan oleh Kepala Bappeda dalam menetapkan jumlah penerima BPNT tidak mempertimbangkan hasil pendataan masyarakat miskin dan masyarakat terdampak Covid-19 yang dilakukan oleh Dinas Sosial bersama kelurahan, RT, RW dan tokoh masyarakat terdampak pandemi Covid-19 sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain itu BPK RI juga mempermasalahkan Pengadaan Barang/Jasa terkait Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 yang Tidak Didukung dengan Analisa Kewajaran Harga.

Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan Covid-19, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas Kesehatan dan RSUD Sekayu menganggarkan kegiatan Pengadaan barang dan jasa atas penanganan Covid-19 dengan anggaran sebesar Rp 100.955.643.052,00 dan realisasi sebesar Rp 44.502.198.967,00 atau 44,08% dari anggaran.

Mekanisme pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat Covid-19, meliputi perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan/pekerjaan dan penyelesaian pembayaran. Tahapan perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan barang/jasa, analisis ketersediaan sumber daya dan penetapan pengadaan cara pengadaan barang dan jasa, dimana pengadaan barang/jasa dilaksanakan melalui swakelola atau melalui penyedia (e-catalog dan penunjukan langsung).

Pelaksanan pengadaan barang/jasa melalui penyedia, meliputi beberapa tahapan diantaranya melalui penerbitan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ), pemeriksaan bersama dan rapat persiapan, serah terima lapangan, penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)/Surat Perintah Penugasan (SPP) dimana tahapan tersebut dapat diganti dengan Surat Pesanan (SP), pelaksanaan pekerjaan, perhitungan hasil pekerjaan serta serah terima hasil pekerjaan. Setelah serah terima pekerjaan, terkait penyelesaian pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan kontrak, pembayaran atau post audit.

Dalam melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat tersebut dibutuhkan pengawasan dari pihak internal yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang dan segala bentuk penyimpangan yang dapat berakibat pemborosan keuangan negara.

Pengawasan dalam pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat tersebut meliputi pengawasan melekat yang dilaksanakan oleh pimpinan masing-masing instansi kepada bawahannya serta pengawasan internal pemerintah.

Pengawasan internal atas kegiatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat melalui penyedia dapat juga dilaksanakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dimana PPK dapat menerima penawaran tertulis dari penyedia yang disertai dengan bukti kewajaran harga.

PPK dapat meneliti penawaran harga dari calon penyedia dengan rincian surat penawaran harga, bukti keterangan kewajaran harga dari surat penawaran dari penyedia, surat pernyataan bahwa “Penawaran harga adalah wajar dan penyedia sanggup untuk menanggung konsekuensi jika dikemudian hari ditemukan ketidakwajaran harga”, jumlah volume dengan memperhatikan rentang waktu dengan keadaan darurat, dan perkiraan penyelesaian pekerjaan.

Selain itu, PPK dapat mengidentifikasi harga pembanding/pasar yang berlaku dari berbagai sumber, perhitungan komponen pembentuk harga, data penjualan dari pihak penyedia kepada pihak pemerintah/pihak lainnya pada saat yang sama atau waktu yang bersamaan.

Uji petik atas pengadaan barang/jasa terhadap kegiatan pencegahan dan penanggulangan Covid-19 pada Dinas Kesehatan dan RSUD Sekayu pada masing-masing kegiatan, diketahui terdapat 30 paket pekerjaan pengadaan barang/jasa sebesar Rp 1.954.693.246,00 yang dilaksanakan oleh penyedia melalui penunjukan langsung.

Uji petik selanjutnya terkait perencanaan dan pelaksanaan pembayaran 30 paket pekerjaan tersebut tidak didukung dengan analisis kewajaran harga sebAtas 30 paket yang tidak didukung dengan analisis kewajaran harga tersebut, tim pemeriksa telah melakukan konfirmasi harga terhadap masing-masing penyedia, namun hingga pemeriksaan berakhir, jawaban konfirmasi dari pihak penyedia belum diperoleh tim.

Uji petik selanjutnya diketahui bahwa Inspektorat dan PPK tidak melakukan verifikasi kewajaran harga dengan meminta harga beli produk oleh penyedia dari supliernya atas 30 paket pengadaan pengadaan barang dan jasa terkait penanganan Covid-19.

Selama proses penyusunan Konsep Hasil Pemeriksaan, tim pemeriksa telah menerima jawaban konfirmasi atas kewajaran harga dari lima penyedia pada RSUD Sekayu sebesar Rp198.667.246,00 berupa invoice dan purchase order, sehingga penyedia yang belum menyampaikan analisis kewajaran harga sebanyak 25 rekanan sebesar Rp 1.756.026.000,00

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah serta  Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat.

Kondisi tersebut mengakibatkan kewajaran harga atas 30 paket pekerjaan yang tidak menyerahkan data harga pembelian sebesar Rp 1.954.693.246,00 pada Dinas Kesehatan dan RSUD Sekayu berpotensi tidak wajar.

Hal tersebut terjadi karena Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Kesehatan, RSUD Sekayu dan Inspektur belum melakukan pengujian kewajaran harga sesuai ketentuan.

Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD menyatakan sependapat atas temuan tersebut.

BPK merekomendasikan Bupati Musi Banyuasin agar memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan, Direktur RSUD Sekayu dan, Inspektur melakukan pengujian kewajaran harga pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan sesuai ketentuan dan melakukan penyetoran apabila terdapat kelebihan pembayaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *