BPI KPNPA RI Awasi Kasus Korupsi Sewa Floating Crane PT BA Di Kejagung

BUMN71 Dilihat

Palembang, (daengnews) – Ketua DPD Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara & Pengawas Anggaran RI ( BPI KPNPA RI ) Kota Palembang, Feriyandi, SH mengatakan bahwa Ketuanya Tubagus Rahmad Sukendar,S.Sos.,SH. Memantau perkembangan kasus dugaan korupsi PTBA.

“ Kami sudah berkoordinasi dengan pimpinan pusat dan terus memantau penyidikan dugaan korupsi pengadaan jasa muat batubara antara PT Tambang Batubara Bukit Asam dengan PT Arpeni Pratama Ocean Lines, “ Kata Feri, Minggu (26/9/21) di Palembang.

Sekedar mengingatkan pada rabu tanggal 25 Agustus 2010 lalu, Tim Penyidik Pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah melakukan pemeriksaan atau mendengar keterangan saksi, Muri (Pimpinan PT Jaya Samudera Karunia Shipping) dan Saksi, Thomas Iskandar (Pimpinan PT Global Trans Energi Internasional) berkaitan dengan penyidikan dugaan korupsi pengadaan jasa muat batubara antara PT Tambang Batubara Bukit Asam dengan PT Arpeni Pratama Ocean Lines, dengan tersangka atas nama Ir Milawarna (Direktur Operasi PT Bukit Asam) dan Tersangka, Tindeas Mangeka (Direktur Niaga PT Bukit Asam).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Babul Khoir S.H. M.H menjelaskan, dalam data resmi Paper Based Kejaksaan Agung RI, dengan maksud meningkatkan keluaran batubara melalui Pelabuhan Tarahan guna melayani kebutuhan PLTU Suralaya dari 5,5 juta ton per tahun menjadi 6,1 juta ton per tahun dan pemenuhan ekspor, maka pada Rapat Regional Meeting Management (RMM) PT Bukit Asam melontarkan gagasan untuk mengadakan jasa bongkar muat Operasi melalui Senior Manager AEOP melakukan kajian keekonomian penggunaan alat tersebut. Di mana dalam kajiannya diperoleh hasil bahwa penggunaan jasa bongkar muat dengan menggunakan Floating Crane meningkatkan pendapatan PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Gagasan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti oleh Direktur.

 Selanjutnya, dilakukan proses pengadaan jasa bongkar muat dengan menggunakan Floating Crane dengan cara pemilihan langsung di mana PT Arpeni Pratama Ocean Lines sebagai pemenangnya.

Pengadaan jasa ini dinilai oleh internal perusahaan (PT Bukit Asam) sebagai pemborosan karena Floating Crane sebenarnya belum diperlukan, sehingga keberadaan Floating Crane adalah pemborosan dan in efisiensi yang merugikan Negara. Kajian penggunaan Floating Crane yang in efisiensi yang diduga merugikan keuangan negara dilakukan oleh Tersangka Ir Milawarna selaku Direktur Operasi PT Bukit Asam. Pengadaan jasa bongkar muat tersebut di bawah kendali Tersangka Tiendas Mangeka selaku Direktur Niaga PT Bukit Asam (PTBA).

Karena kebijakan penggunaan Floating Crane disusun berdasarkan sesuatu yang tidak komprehensif, sehingga berakibat penggunaan alat Floating Crane tidak berfungsi maksimal. Sementara pembayaran penggunaan alat tersebut terdapat batas minimalnya (dead fright), sehingga PT Bukit Asam harus membayar meskipun alat tersebut tidak digunakan.

PT BA melakukan perjanjian jasa bongkar muat batubara dengan pengapalan batubara dengan Arpeni, dari Terminal Muat Batubara PTBA Tarahan ke Anchorage Pelabuhan Muat PTBA Tarahan. Berdasarkan perjanjian dengan Arpeni (Paket 09086) No.056/P51278/PKP/EKS-0500/HK.03/2009 tanggal 21 Oktober 2009, Arpeni akan melakukan pekerjaan Jasa Bongkar Muat Batubara dengan floating crane dan tongkang sebanyak 3.600.000 ton batubara per tahun selama tiga tahun, mulai 1 Juli 2009 sampai 30 Juni 2012 dengan tarif pengapalan adalah sebesar Rp33.550 (nilai penuh) per ton.

Sementara berdasarkan perjanjian dengan Arpeni (Paket 09-147) No.050/P51258/PKP/EKS- 0500/HK.03/2009 tanggal 12 Oktober 2009, Arpeni akan mengangkut 3.600.000 ton batubara per tahun selama tiga tahun, mulai 1 Juli 2009 sampai 30 Juni 2012 dengan tariff pengapalan adalah sebesar Rp23.375 (nilai penuh) per ton.

Pada tahun 2008 sebelum dilakukan penyewaan floating crane biaya bongkar muat disinyalir lebih rendah karena diduga langsung dilakukan curah ke tongkang dengan belt conveyor dari pelabuhan Anchorage tarahan. Entah kenapa ada inisiatif menyewa floating crane dengan alasan untuk meningkatkan volume angkut.

Terlihat proses bongkar muat di Pelabuhan Tarahan menjadi semakin rumit, namun tidak tergantung dengan kelayakan Floating Crane. Hal ini dibuktikan dengan kerusakan Floating Crane Puspowati pada tahun 2010 yang tidak berdampak terhentinya proses pengiriman batubara ke Suralaya sebelum kedatangan Floating Crane Tekko pengganti Floating Crane Puspowati.

Alasan Direktur Niaga, Tiendas Mangeka, meminta pengadaan jasa penyewaan Floating Crane untuk meningkatkan kapasitas pengiriman tidak terbukti mengingat tidak terdapat kenaikan volume yang signifikan (di atas 50 %) untuk pengiriman batubara ke PLTU Suralaya setelah tahun 2008 sampai tahun 2013

Pada tahun 2008 volume angkutan batubara melalui pelabuhan Tarahan sebelum penyewaan floating crane sebesar 5,3 juta ton. Kemudian tahun 2009 saat dimulainya penyewaan floating crane volume pengapalan turun 5,2 juta ton. Selanjutnya tahun 2010 turun lagi menjadi 5,1 juta ton, tahun 2011 turun menjadi 4,7 juta ton.

Tertulis di dalam buku Financial Report “The Consolidated Financial Statements PT Bukit Asam (persero) TBk” yang isinya menyatakan, berdasarkan perjanjian dengan Arpeni (Addendum II untuk perjanjian No.056/P51278/PKP/EKS-0500/HK.03/2009 dan Addendum I No.053/P51278/ADD/EKS-0500/HK.03 /2010), penggunaaan kapasitas minimum per bulan untuk floating crane menurun dari 300.000 metrik ton per bulan menjadi 175,000 metrik ton per bulan, dan penghitungan masa penggunaan kapasitas minimum berubah dari enam bulan menjadi satu tahun masa penghitungan. Perubahan ini menyebabkan Perusahaan tidak terbebani biaya pinalti penggunaan kapal kurang dari kapasitas minimum untuk tahun 2010. Pernyataan ini menunjukkan bahwasanya Floating Crane tidak terlampau dibutuhkan dalam proses bongkar muat batubara di pelabuhan Tarahan.

Terdapat dugaan kenaikan biaya produksi akibat penyewaan Floating Crane sejak tahun 2009 sampai tahun 2013 sebesar total nominal Rp198,213 miliar dan akan terus berlangsung di tahun-tahun selanjutnya atau in efisiensi yang berkelanjutan yang patut diduga merugikan keuangan PT Bukit Asam (persero) Tbk.

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kejagung tahun 2011 yang ditandatangani Jampidsus, Marwan Efendi, mengenai dugaan korupsi penyewaan Floating Crane dengan objek perkara proses lelang pengadaan jasa penyewaan Floating Crane sangat mengecewakan para pegiat anti korupsi dan sekaligus melukai hati anak bangsa. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *